Label

Sabtu, 15 Oktober 2011

Pemimpin Negara Berpakaian Bertambal yang Menaklukkan Dunia


Pada tahun 634 M, terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di dataran Yarmuk. Imperium Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan tentara Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan perang yang tidak memadai, pasukan Muslimin berhasil mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan sedih ia berteriak: "Selamat tinggal Syria," dan dia mundur ke Konstantinopel.

Beberapa prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para pembantunya, Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya pada persamaan martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota. Ketika ditawari bersembahyang di dalam gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan, “ Terima kasih tuan. Saya sengaja sembahyang di luar supaya di belakang hari kelak jangan ada orang berkata bahwa Umar telah menukar gereja menjadi masjid, lalu diikuti pula oleh kaum muslimin yang lain".

Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Dalam perjanjian damai tersebut Umar r.a. melarang tindak kekerasan terhadap orang-orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.

Sejarahwan Imam At-Thabari menceritakan, dalam menaklukan musuhnya, khalifah Umar al-Faruq banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa yang kalah perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat. Ia melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.

Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpatik terhadap warganya yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: "Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan tidak dianiaya dengan cara apa pun." Menurut Imam Syafi'i ketika Khalifah mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengijinkan ahli waris almarhum menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.

Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar: "Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh."

Begitulah ketinggian akhlak sang khalifah, Umar bin Khattab. Dan begitulah Islam mengajarkan hidup dengan sesama manusia.
***

dinukil dari:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakumullah sudah mau meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...