Label

Rabu, 24 Oktober 2012

Perbincangan Meja Makan

Selepas magrib, saya keluar. Jika biasanya bersama dengan yang lainnya -hampir 5 sekawan, kali ini hanya bersama seorang kawan. Kami mencari makan. Seperti lumrahnya, tak banyak pilihan kami. Kalau tidak ke warung Pak Adib, Juminten, atau nyari mie ayam/bakso. Pilihan pertama merupakan common choice, pilihan paling standar bagi kami. Di warung inilah kami paling sering membungkus nasi. Karena, harganya paling murah di antara warung makan seantero Bandar Lampung (menurut saya). Untuk pilihan ketiga, biasanya jika kami sedang bosan nasi, ingin yang ringan-ringan.

Karena alasan bosan dengan common choice, kami pun ambil pilihan warung makan dengan jarak terdekat: Warung Juminten. Entah nama mbaknya yang memang namanya Juminten, atau nama sekedar nama, saya tidak pernah tau. Sepertinya kami pun tidak pernah menanyakan.

Singkat kata, kami berdua pun berbincang sambil menunggu hidangan. Kawan saya ini membuka pembicaraan. Ia mengungkapkan, bahwa beberapa hari lalu ia bertemu seorang kawan (Sebut saja Kumbang). Kawan tersebut menanyakan kepadanya terkait seorang calon pimpinan sebuah organisasi kedepan. Ia pun menjawab bahwa calonnya hanya beberapa orang, Satu dan dua.

Mendengar salah Satu nama tersebut, kawan (yg sebut saja Kumbang tadi) pun menimpali sambil berbisik. Bahwa, jika salah Satu tersebut punya satu masalah: ia punya Kewajiban (Liabilities) pada kawan tersebut yang belum ditunaikan.

Kami sebenarnya sudah paham. Bahwa salah Satu kawan tersebut punya banyak daftar Kewajiban. Dan bukan hanya pada sang kawan itu saja Kewajibannya yang belum ditunaikan. Kawan saya inipun menambahkan penjelasan, bahwa ada sederet nama lagi daftar orang-orang yang belum tertunaikan. Saya pun sedikit tersentak.

Sambil menarik ibroh, saya membuat sebuah kesimpulan dalam pembicaraan kami ini. Bahwa, memang benar tidak ada orang yang bersosok sempurna. Seperti salah Satu kawan tadi, orangnya cukup baik/bagus pekertinya. Kompetensinya juga mumpuni. Namun, terganjal satu kekurangan.

Pun pastinya dengan sosok-sosok yang lain. Tidak terlepas diri kita pula. Mungkin ada yang kekurangan/aibnya berupa perkataannya yang sering tidak enak di hati. Ada yang mungkin suka terlalu banyak berbicara, kerap menimpali, lupa akan hak bicara saudara sendiri. Mungkin juga aibnya sekedar bau badan/mulut yang kerap terbaui. Atau bahkan yang lebih sepele lagi, kerjanya kerap menggerutu/mengeluh, serta menghakimi.

Konklusi dari saya pribadi: jangan pernah mencari sosok sempurna, karena ia takkan pernah ada. Kekurangan setiap pribadi merupakan sebuah keniscayaan!

Namun, menurut saya yang perlu disiasati begini. Memilih sosok yang mendekati paripurna, carilah yang paling sedikit merugikan bagi orang disekitarnya. Terutama, jika ia akan dijadikan sesosok pemimpin. Pilihlah orang yang kekurangannya hanya berpotensi merugikan antar personal, bukan yang akan berdampak pada komunal.

Selain itu: memilih sosok pimpinan sebuah perkumpulan itu sebenarnya dilema. Antara orang yang terbaik amalan ibadahnya (seperti saat kita menunjuk imam shalat), atau yang terbaik keyakinan semangatnya. Sering, yang hebat amalannya, tetapi kurang dalam kapasitas. Maka menurut saya pribadi, memang sepertinya lebih baik memilih yang lebih berkapasitas. Karena, amalan bisa ditingkatkan dalam sepekan.

Tetapi membangun kapasitas itu lama, harus dengan pembelajaran berkelanjutan. Tapi, ini tentu tidak berlaku untuk kondisi memilih imam shalat berjamaah, ya...
Wallau a'lam, dah...








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakumullah sudah mau meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...