Seorang teman bercerita, bahwa ia mendapati hal yang sulit ia percayai. Berawal dari hapenya yang dipinjam seorang al-akh untuk FBan, dan belum dilogout. Ketika ia tanpa sengaja membuka inbox teman tersebut, terbacalah oleh teman ini pesan-pesan teman tersebut dengan seorang perempuan, yang cukup romantis.
Saya tidak mau lebih dalam mengetahui siapakah nama seorang teman tersebut. Namun saya mencoba menenangkan teman saya ini. Saya sampaikan bahwa sesuatu seperti itu harus ditabayunkan terlebih dahulu, mungkin saja hubungan teman tersebut adalah saudara kandung. Teman saya pun menepis, bahwa ia tahu persis siapa mereka berdua. Kemudian saya katakan kembali, mungkin saja mereka saudara jauh. Ia pun kembali menolak, dan nyeletuk: “Iya, mungkin aja saudara jauh, jauuuh bangett, dari Nabi Adam. Hehehe…”
Yang sangat ia kecewakan adalah, bahwa teman tersebut merupakan orang yang menurut perkiraannya sangat tidak mungkin seperti itu. Dari potongannya, hal seperti itu mustahil dilakukan oleh seorang ikhwan seperti dia.
Ah, ya sudahlah. Saya pun berpikir, hal-hal yang seperti itu adalah sesuatu hal yang manusiawi dan sudah fitrahnya. Bukan tidak mungkin orang yang baik untuk melakukan keburukan, dan bukan kemustahilan pula jika seorang penjahat berbuat kebaikan. Toh, kita ini manusia, bukanlah sesosok malaikat yang senantiasa berbuat baik, dan kita juga bukanlah iblis, yang garis hidupnya adalah untuk berbuat kejahatan, merayu manusia menuju neraka. Kita ini manusia, yang diciptakan Allah SWT di antara keduanya, namun kita dianugerahkan akal dan hawa nafsu, sehingga dengan keduanya kita dapat menentukan pilihan jalan kita, apakah kebaikan atau keburukan.
Itu tadi hanya sebauh peristiwa dari perspektif case seorang laki-laki (ikhwan). Untuk case dari perspektif perempuan (akhwat) pun banyak saat ini. Diantaranya dari segi jilbab. Kini jilbab sudah mulai bergeser nilai-nilai kehormatannya. Banyak kasus buruk yang melibatkan para pemakai jilbab. Hal ini bukan karena jilbab yang tidak relevan terhadap perkembangan jaman, tetapi justru pemakainya yang menggeser nilai-nilai mulianya kearah stigma negatif.
Bahkan para wanita jilbaber baik yang sekadar memakai penutup kepala maupun yang sudah identik sebagai jilbaber kini banyak yang bukan berorientasi pada nilai jilbab tersebut, namun lebih cenderung kepada mode atau tren. Banyak kita temui kini kasus-kasus asusila yang berkaitan dengan para pemakai jilbab. Bukan hanya wanita tak berjilbab yang bisa bertingkah centil dan menggoda kaum lelaki, namun mungkin karena sudah fitrahnya para wanita, pasti ada indikasi perilaku seperti itu.
Pada intinya, setiap penampilan maupun penutup tubuh tidak bisa memastikan seseorang tersebut baik atau buruk. Baik atau buruk seseorang tersebut tersimpan dalam hatinya, serta terbungkus cantik oleh paras tubuhnya. Untuk mengetahui putihnya mutiara hati seseorang, kita perlu menyelami samudera kepribadian orang tersebut. Jadi benarlah kata pepatah: “Never Judge a Book by its Cover. Jangan Pernah Menilai sebuah Buku dari Kovernya”.
Akhir kesimpulan, meminjam kalimat status seorang teman tadi: "Yang dapat menilai orientasi amalan perbuatan kita adalah Allah SWT, dan kita sendiri..."
Wallahu a'lam.
Gedong Meneng, 15 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jazakumullah sudah mau meninggalkan komentar ^_^